That Is My Name

You Can See That

English Department C

My Community

Ways of Life

Keep Fighting

A Motivation

Keep Spirit Helmi

Try And Pray

God With Us

Showing posts with label Artikel Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Artikel Pendidikan. Show all posts

Aug 21, 2016

Banyak yang Tidak Tahu, Ternyata Dasar Negara Indonesia Bukan Pancasila Tapi Allah





Apa yang disampaikan oleh Dr. Eggi Sudjana SH MSi dalam talkshow di TV swasta malam itu sangat mengejutkan banyak pihak. Beliau menyebutkan bahwa jika dicermati, ternyata justru negara Indonesia ini secara hukum bukanlah berdasarkan Pancasila. Sebaliknya, di dalam UUD 45 malah ditegaskan bahwa dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, Tuhan yang dimaksud tidak lain adalah Allah subhanahu wata’ala. Sehingga secara hukum jelas sekali bahwa dasar negara kita ini sebenarnya adalah Islam.

Pernyataan itu muncul saat berdebat dengan Abdul Muqsith yang mewakili kalangan AKK-BB. Saat itu Abdul Muqsith menyatakan bahwa Indonesia bukan negara Islam, bukan berdasarkan Al Qura’n dan Al Hadits, namun berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Mungkin Abdul Muqsith ingin menegaskan bahwa Ahmadiyah boleh saja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, toh negara kita kan bukan negara Islam, bukan berdasarkan Quran dan Hadits.

Tetapi tiba-tiba Mas Eggi balik bertanya tentang siapa yang bilang bahwa dasar negara kita ini Pancasila? Mana dasar hukumnya kita mengatakan itu?

Abdul Muqsith cukup bingung diserang dengan pertanyaan seperti itu. Rupanya dia tidak siap ketika diminta untuk menyebutkan dasar ungkapan bahwa negara kita ini berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Ketika itulah mas Eggi langsung menyebutkan bahwa yang adalah UUD 45 menyebutkan tentang dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan Pancasila. Sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1.

Jika dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Eggi Sujana itu. Mana teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila. Kita yang awam ini agak kaget juga mendengar jawaban Eggi.

Entahlah apa ada ahli hukum lain yang bisa menjawabnya. Yang jelas si Abdul Muasith itu hanya bisa diam saja, tanpa bisa menjawab apa yang ditegaskan oleh Eggi Sujana.

Dan rasanya kita memang tidak atau belum menemukan teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila.

Diskusi itu menjadi menarik, lantaran kita baru saja tersadar bahwa dasar negara kita menurut UUD 45 ternyata bukan Pancasila sebagaimana yang sering kita hafal selama ini sejak SD. Pasal 29 UUD 45 ayat 1 memang menyebutkan begini:

1. Negara berdasar Atas Ketuhanan yang Maha Esa
Lalu siapakah Tuhan yang dimaksud dalam pasal tersebut, jawabannya menurut Eggi adalah Allah SWT. Karena di pembukaan UUD 45 memang telah disebutkan secara tegas tentang kemerdekaan Indonesia yang merupakan berkat rahmat Allah SWT.

Dalam argumentasi mas Eggi, yang namanya batang tubuh dengan pembukaan tidak boleh terpisah-pisah atau berlawanan. Jika dalam batang tubuh yaitu pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Tuhan itu bukan sekedar Maha Esa, juga bukan berarti tuhannya semua agama. Namun tuhannnya umat Islam, yaitu Allah SWT.

Hal itu lantaran secara tegas Pembukaan UUD 45 menyebutkan lafadz Allah SWT. Dan hal itu tidak boleh ditafsirkan menjadi segala macam Tuhan, bukan asal Tuhan dan bukan tuhan-tuhan buat agama lain. Tuhan Yang Maha Esa di pasal 29 ayat 1 itu harus dipahami oleh rakyat Indonesia sebagai Allah SWT, bukan Yesus, bukan Bunda Maria, bukan Sidharta Gautama, bukan dewa atau pun tuhan-tuhan dalam nama yang lain.

Terlepas apakah nanti ada ahli hukum tata negara yang bisa membantah pemikiran Eggi Sujana itu, yang pasti Abdul Muqsith tidak bisa menjawabnya. Dan pandangan bahwa negara kita ini bukan negara Islam serta tidak berdasarkan Quran dan Sunah, secara jujur harus kita akui harus dikoreksi kembali.

Sebab jika kita lihat latar belakang semangat dan juga sejarah terbentuknya UUD 45 oleh para pendiri negeri ini, nuansa Islam sangat kental. Bahkan ada opsi yang cukup lama untuk menjadikan negara Indonesia ini sebagai negara Islam yang formal.
Bahkan awalnya, sila pertama dari Pancasila itu masih ada tambahan 7 kata, yaitu: dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.

Namun lewat tipu muslihat dan kebohongan para penguasa, dan tentunya melewati perdebatan yang sangat panjang, 7 kata itu harus dihapuskan. Sekedar memperhatikan kepentingan kalangan Kristen yang merasa keberatan dan main ancam mau memisahkan diri dari NKRI.

Padahal 7 kata itu sama sekali tidak mengusik kepentingan agama dan ibadah mereka. Toh Indonesia ini memang mayoritas muslim, namun betapa lucunya tingkah mereka, tatkala pihak mayoritas mau menetapkan hukum di dalam lingkungan mereka sendiri lewat Pancasila, kok bisa-bisanya orang-orang di luar agama Islam pakai acara protes segala. Padahal apa urusannya mereka dengan 7 kata itu.

Jika dipikir lebih mendalam, betapa tidak etisnya kalangan Kristen saat awal kita mendirikan negara, di mana mereka sudah ikut campur urusan agama lain, yang mayoritas pula. Sampai mereka berani nekat mau memisahkan diri sambil berdusta bahwa Indonesia bagian timur akan segera memisahkan diri kalau 7 kata itu tidak dihapus.

Akhirnya dengan legowo para ulama dan pendiri negara ini menghapus 7 kata itu, demi persatuan dan kesatuan. Tapi apa lacur, air susu dibalas air tuba. Alih-alih bisa duduk rukun dan akur, kalangan Ekstrem Kristen yang didukung kalangan sekuler itu tidak pernah berhenti ingin menyingkirkan Islam dari negara ini.

Dan semangat penyingkiran Islam dari negara semakin menjadi-jadi dengan adanya penekanan asas tunggal di zaman Soeharto. Semua ormas apalagi orsospol wajib berasas Pancasila.

Sesuatu yang di dalam UUD 45 tidak pernah disebut-sebut. Malah yang disebut justru negara ini berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan Tuhan yang dimaksud itu adalah Allah SWT sesuai dengan yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 45.

Jadi sangat tepat jika kalangan sekuler harus sibuk membuka-buka kembali literatur untuk cari-cari argumen yang sekiranya bisa membuat Islam jauh dari negara ini.

Namanya perjuangan, pasti mereka akan terus mencari dan mencari argumen-argumen yang sekiranya bisa dijadikan bahan untuk dijadikan alibi untuk menjauhkan Islam dari negara. Sebab mereka memang sangat alergi dengan Islam. Seolah-olah ajaran Islam itu harus diberantas, atau merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai.

Kita harus mengakui bahwa kalangan sekuler anti Islam itu di negeri ini sangat banyak. Dalam kepala mereka, mungkin lebih baik negara ini menjadi komunis dari pada jadi negara Islam.

Wallahu A’lam.

Oleh: Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: kabarmakkah.

http://islamidia.com/banyak-yang-tidak-tahu-ternyata-dasar-negara-indonesia-bukan-pancasila-tapi-allah/

Aug 12, 2015

MENGAPA ADIK KAKAK CENDERUNG SELALU BERTENGKAR..?

Banyak orang bertanya kepada kami, bagaimana bisa mendidik kedua anak laki-laki yang beda usianya hanya 1 tahun lebih 1 bulan kok bisa akur dan tidak pernah bertengkar.
Apa yang kami lakukan pertama adalah menjadi Juri yang Adil, setiap ada pertengkaran keduanya kami selalu adakan proses peradilan berikut para saksi-saksi yang melihat kejadian di rumah.
Melalui proses peradilan yang adil tanpa memihak semisal adiknya atau kakaknya, maka lama-lama anak akan tahu perbuatan yang baik dan salah.
Setelah tahu siapa yang salah maka ia akan menerima konsekuensinya berupa hukuman yang mendidik, semisal tidak bermain barang-barang yang menjadi kesukaannya selama periode tertentu. Dan wajib meminta maaf atas kesalahannya.
Namun sayangnya banyak orang tua yang belum mampu menjadi juri yang adil bagi anaknya, ada yang malah membela adiknya, semisal dengan perkataan "Kamu kakaknya harus mengalah dong sama Adik, kamu kan sudah besar !!" Padahal yang bersalah adalah adiknya.
Jika cara ini yang dipergunakan dirumah maka saya jamin bukannya si kakak malah paham, melainkan ia malah dendam dan akan semakin sering terjadi pertengkaran diantara mereka.
Menjadi orang tua yang Adil dan mengadakan proses peradilan yang seadil-adilnya bagi anak yang bertengkar adalah kunci dari mendidik anak atau kakak adik agar selalu akur.
Dan ingat saat melaksanakan keputusan dan hukuman orang tua harus bertindak tegas, agar anak paham bahwa setiap prilaku buruk yang mengganggu akan mendapat konsekuensi tegas dari orang tuanya.
Alhamdullilah, ada beberapa orang tua yang sudah menerapkan cara-cara seperti ini, dan hasilnya sungguh luar biasa. Namun demikian ada juga orang tua yang belum mau menerapkannya atau tidak konsisten menerapkannya, tentu saja hasilnya tidak sesuai apa yang diharapkan.
Salamat mencoba bagi ayah bunda yang ingin anaknya akur dan berhenti bertengkar.
Salam hangat,

ayah Edy.
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=887429131328189&id=141694892568287

Jul 30, 2015

Sekolah Indonesia Yang Berdiri Di Negeri Matahari "Tokyo-Jepang"



Selamat Datang
di Sekolah Republik Indonesia Tokyo

DSC_7014-edit2

Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), sebagai salah satu Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) tertua di Luar Negeri merupakan pusat pengembangan ilmu dan budaya bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagian anak usia sekolah yang berasal dari seluruh daerah di tanah air. Ini adalah sebuah tantangan yang menarik untuk dapat mengembangkan seluruh potensi siswa agar mampu bersaing dengan siswa-siswa lain baik dari sekolah Indonesia luar negeri lain maupun dengan siswa-siswa dari sekolah Jepang itu sendiri.
Sekolah ini berada diantara sekolah – sekolah maju di Negara matahari terbit ini yang nota bene adalah Negara yang sangat maju pendidikan dan teknologinya. Oleh karena itu, SRIT diharapkan mampu merepresentasikan pendidikan Indonesia dan mampu mempromosikan budaya Indonesia kepada masyarakat Jepang.Upaya kearah tersebu tharus dibangun oleh seluruh stakesholders.Tentunya, ini adalah sebuah tantangan yang harus dibenahi bersama oleh seluruh warga sekolah, terutama Kepala Sekolah, para guru dan staf tata usaha, Badan Kerja Sekolah, Komite Sekolah, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, yang ujung-ujungnya adalah memberikan layanan terbaik kepada peserta didik.
Ketika sekolah mampu memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh peserta didiknya, maka siswa akanmerasa betah dan senang untuk berada di sekolah untuk belajar dan mereka akan berlomba-lomba untuk mengembangkan semua potensi dirinya, baik itu potensi akademik maupun non akademik. Sehingga prestasi akan bermunculan dari sekolah ini, dan visi sekolah perlahan namun pasti akan teraih.

Sejarah Berdiri



Pada 21 April 1962 Bapak Bambang Sugeng selaku Dubes Indonesia untuk Tokyo saat itu meresmikan berdirinya Taman Pendidikan Indonesia di Jepang. Taman Pendidikan Indonesia di Jepang yang kemudian berubah nama menjadi SRIT. Nama Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) resmi baru ada saat upacara bendera tanggal 17 Agustus 1963 dan kemudian dikukuhkan sebagai sekolah yang statusnya disamakan dengan sekolah-sekolah Negeri di Indonesia dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 83 tertanggal 1 september tahun 1963. Pada saat itu baru diresmikan ada tiga jenjang pendidikan di SRIT yaitu TK,SD dan SMP dengan jumlah siswa seluruhnya berjumlah 45 orang siswa. Dan berlokasi di Pondok OWIT (Organisasi Wanita Indonesia Tokyo).
Tanggal 1 Februari 1965 untuk pertama kalinya jenjang SMA di buka di SRIT dengan jumlah siswa SMA sebanyak 5 orang siswa. Pada tanggal ini juga lokasi SRIT dari Pondok OWIT pindah ke Wisma Indonesia yang megah, dengan perlengkapan yang bagus, memiliki sport hall yang besar dan lapangan olahraga yang luas yang lokasinya terletak di daerah Setagaya. Pada 30 Mei tahun 1966 untuk pertama kalinya didirikan POMG (Persatuan Orang tua Murid dan Guru) yang kini berubah nama menjadi Komite Sekolah
Tahun 1970 Wisma Indonesia yang megah dan luas di jual oleh KBRI sehingga SRIT pindah ke Minami Bamba, di sebuah gedung tua bekas Bank Mitsui. Sehingga kehampaan dan keterasingan dirasakan baik oleh siswa maupun guru-guru dan karyawannya. Di Minami Bamba ini berjalan selama satu tahun. Tahun 1971 SRIT pindah dari Minami Bamba ke gedung Balai Indonesia yang baru dibangun di wilayah Meguro (hingga saat ini).Pada 2 Februari 1972 diresmikan berdirinya perpustakaan SRIT dan Laboratorium Fisika, Kimia dan Biologi.
Periode tahun 2000-an SRIT yang hampir ditutup karena kekurangan dana pada saat itu, namun berkat bantuan Bapak Soemadi (Duta Besar RI untuk Tokyo saat itu) yang memberikan bantuan berupa dana yang sangat besar untuk SRIT, akhirnya SRIT masih bisa menjalankan aktifitasnya. Di tahun 2003 SRIT telah resmi diakui keberadaanya oleh Departemen Pendidikan Jepang, dan dengan demikian lulusan SRIT bisa langsung mengikuti test masuk ke Universitas di Jepang. Kalau sebelumnya kita harus mengikuti ujian persamaan dulu dengan SMA Jepang dan bahkan harus sekolah di sekolah Jepang dahulu, tetapi sejak tahun 2003 itu lulusan SRIT bisa langsung ikut test ke semua Universitas di Jepang. Untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru, SRIT mengirimkan guru-gurunya untuk mengikuti pelatihan guru luar negeri di Jakarta atas prakarsa Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Pelatihan ini kemudian diadakan secara rutin tiap tahun di Indonesia.
Dalam hal kegiatan sekolah, kegiatan-kegiatan rutin yang merupakan kegiatan kerjasama dengan sekolah Jepang dan organisasi-organisasi di Jepang yang telah berjalan selama puluhan tahun juga terus dilakukan misalnya dalam kegiatan Kanto International School Festival, Ashikaga School Festival, Kokusai School Festival, Yoshida School, Yoron Adventure School & Fujiyama Camping – KSKK, Takasaki International Junior Club dan Ski Trip & Competition). Pada periode ini juga dilakukan kerjasama dengan sekolah Jepang lainya seperti Nishi Tsuma School – Yokohama Prefecture dan dengan organisasi-organisasi internasional di Jepang seperti Japan Indonesia Association (Japinda), serta dengan sekolah asing lainya antara lain dengan Korean School.
Di tahun 2004 hingga tahun 2005 ini kegiatan-kegiatan diplomasi budaya juga terus ditingkatkan termasuk dengan sekolah-sekolah Jepang lainya (Kaminaka School – Fukui Prefecture, Daiichi Hino School) maupun lembaga-lembaga yang ada di Jepang, bahkan dengan sekolah asing lainya. Berbagai kegiatan study lapangan juga terus ditingkatkan untuk mendekatkan siswa dengan dunia IPTEK secara lebih nyata dan aplikatif. Hal ini dilakukan antara lain dengan melakukan studi lapangan ke MESCI (Museum of Emerging Science and Innovation) dan ke Maintenance Facility ANA Airplane – Haneda Airport. Berbagai kegiatan ekstrakurikuler juga terus ditingkatkan antara lain dengan mengadakan ekstrakurikuler jurnalistik dan KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), musik traditional, musik modern, tari tradisional, pencak silat & sport, dan kegiatan pramuka. Termasuk juga kegiatan OSIS dan kegiatan pembinaan kepemimpinan siswa. Misalnya dengan mengadakan latihan Dasar kepemimpinan Siswa dan Pelatihan Peduli Lingkungan di wilayah Hakone. Pembuatan majalah Sekolah dan ulang tahun sekolah (HUT SRIT) sebagai media diplomasi budaya.
Berbagai kegiatan kompetisi antar siswa juga dilakukan dalam rangka membiasakan siswa untuk berkompetisi termasuk dalam hal penguasaan bahasa asing. Karenanya pada akhir tahun 2004 diadakan kegiatan Foreign Language Competition yang memperlombakan kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Jepang siswa siswi SRIT. Berbagai kompetisi dengan siswa Jepang dan komunitas Jepang lainya juga dilakukan, antara lain dalam kompetisi Floor Ball dan Futsal. Pada periode ini juga dilakukan sejumlah perbaikan fasilitas terutama karena dukungan dari Departemen Pendidikan Nasional dalam bentuk subsidi dana pendidikan (block grant) untuk SRIT, sehingga sejumlah fasilitas sekolah seperti laboratorium Komputer beserta jaringan internetnya, lab bahasa dan penambahan peralatan laboratorium Fisika, Biologi dan Kimia bisa dilakukan.
Pada awal tahun 2005 ini fasilitas Sekolah makin ditingkatkan karena diperoleh kembali dukungan dari dana subsidi pendidikan (block grant) Departemen Pendidikan Nasional. Dana subsidi tersebut digunakan antara lain untuk membuat jaringan internet di setiap kelas, sehingga seluruh siswa bisa mengakses internet dari meja belajarnya di kelas. Selain itu juga digunakan untuk pembuatan website resmi Sekolah Republik Indonesia Tokyo yang akan dimanfaatkan selain sebagai media informasi juga sebagai media pembelajaran yang efektif dan memungkinkan untuk mengembangkan konsep e-learning system.
Berbagai kegiatan juga terus ditingkatkan hingga skala international, hal ini dilakukan antara lain dengan turut berpartisipasi dalam kegiatan Japan Education Forum (JEF). Bantuan pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Luar Negeri dibawah koordinasi KBRI Tokyo juga diberikan untuk kelangsungan SRIT.
Selain itu pada awal tahun 2005 ini juga dilakukan pembaruan tata tertib sekolah yang sudah berumur lebih dari 29 tahun. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan disiplin siswa dan dalam upaya pembentukan karakter siswa Sekolah Republik Indonesia Tokyo kearah yang lebih baik. Selain itu, kurikulum berbasis kompetensi yang kemudian dikenal dengan kurikulum 2004 serta pengembangan muatan lokal Jepang juga dimatangkan penerapannya pada periode ini.
Pada tahun 2012, SRIT telah menjalin sister school baru yaitu SMA Wako, pada kegiatan sister school terjadi saling tukar dan diskusi masing-masing budaya kedua Negara, dengan menggunakan bahasa Jepang dan Bahasa Inggris. Disamping itu pula, pada akhir tahun 2012, NHK telah membuat film tentang Indonesian School, dan telah ditayangkan NHK channel 2 pada acara Nyancu Edu sebanyak tiga kali.
Di awal tahun 2013, anggaran penyelenggaraan dan pengelolaan Sekolah Republik Indonesia Tokyo yang dialokasikan oleh Kementerian Luar Negeri pada mata anggaran bantuan sekolah Indonesia luar negeri mengalami pengurangan yang cukup signifikan, yaitu sebesar hampir 1, 5 Milyar Rupiah. Namun demikian, SRIT harus tetap berjalan dan memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang tinggal di Tokyo dan sekitarnya.
Pada bulan April dan Mei 2013, SRIT bekerja sama dengan Kepolisian dan Kelurahan distrik Meguro mengadakan latihan menghadapi gempa sampai dengan skala 7,0 richter, lalu berlatih sopan santun dalam bersepeda di jalan raya. Dan, diakhir tahun pelajaran 2012/2013, seluruh siswa SRIT dari tingkat SD, SMP dan SMA dinyatakan lulus 100%, bahkan ada dua siswa SMP meraih nilai Matematika sempurna 10.
Menjelang pembagian buku laporan pendidikan dan Wisuda lulusan, SRIT bekerja sama dengan BNI Cabang Tokyo pada tanggal 20 Juni 2013 menyelenggarakan acara Pelepasan siswa, HUT SRIT ke 51 dan HUT BNI ke 67.

Profil sekolah


Nama Sekolah:Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT)
Alamat:4-6-6 Meguro Meguro-ku Tokyo, Japan
No. Telpon / Fax.:03-3711-8842 / 03-3719-1786
Status Sekolah:Swasta Berbantuan
Jenjang Pendidikan:TK, SD, SMP dan SMA
NPSN  SD:901 010 23
NPSN SMP:901 010 24
NPSN SMA:901 010 25
Akreditasi:SK BAN-SM Nomor : 185/BAN-SM/LL/XII/2011
TK : B
SD : A
SMP : A
SMA : A
SK Pendirian Sekolah:SK Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Nomor : 83/1963, tertanggal 23 Agustus 1963
Badan Penyelenggara:Badan Kerja Sekolah (BKS) KBRI Tokyo
Luas Tanah dan Bangunan1.834,08 Meter persegi
Penyelenggaraan PBM:Pukul 09.00 s.d. 16.00
Source: http://sekolahritokyo.net/

Feb 26, 2015

Lomba Tata Upacara Bendera (LTUB) Tingkat SD Se-Kabupaten Bogor (SDN TUGUJAYA 02).

H7-Lomba Tata Upacara Bendera (LTUB) Tingkat SD se-Kabupaten Bogor yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan Kabupaten Bogor merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kedisplinan tentang Tata Upacara Bendera (TUB), terutama pada murid sekolah dasar (SD), dinas Pendidikan Kabupaten Bogor setiap tahun mengadakan LTUB untuk tingkat SD. Untuk tahun ini SDN TUGUJAYA 02 menjadi wakil dari Kecamatan Cigombong untuk mengikuti LTUB. 
SDN TUGUJAYA 02 yang terletak di Kampung Benteng Desa Tugujaya, merupakan salah satu SD yang berhak mewakili Kec Cigombong dalam LTUB tingkat kabupaten untuk bersaing dengan sekolah yang mewakili kecamatannya masing-masing yang berada di Kabupaten Bogor. Bertempat di halaman sekolah, Kamis (26/2/15) tim penilai LUTB dari kabupaten datang untuk menilai LTUB peserta dari SDN TUGUJAYA 02 yang mewakili Kec Cigombong dalam lomba ini.
Tim penilai menyatakan, walau masih ada catatan dari seluruh peserta dalam LTUB, namun dari sisi urutan, kedisiplinan, dan kesemangatan, seluruh peserta sudah menunjukan kearah yang lebih baik, dan tim penilai juga memberikan pesan dan motifasi agar menjaga kekompakan serta kesemagatan yang telah ditunjukan dalam pelaksanaan tersebut.
Tim Penilai LTUB
Menurut tim penilai, ada banyak kriteria untuk dapat memenangkan LTUB. Diantarnya yaitu dari mulai penilaian peserta, petugas upacara, petugas baris berbaris, pengibaran bendera, dan lain-lain, semua kriteria yang ada harus dijalankan dengan benar sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan LTUB merupakan kegiatan yang positif, baik bagi murid ataupun bagi pihak sekolah, khususnya bagi SDN TUGUJAYA 02. Murid-murid dan pihak sekolah SDN TUGUJAYA 02 telah bekerja keras semaksimal mungkin untuk terlaksananya kegiatan ini, adapun hasil yang akan didapatkan, itu semua tergantung dari pihak penilai. Yang terpenting adalah lomba ini merupakan sarana untuk meningkatkan kedisiplinan dan kekompakan baik untuk para murid maupun para dewan guru SDN TUGUJAYA 02 menuju kearah yang lebih baik lagi dalam meningkatkan prestasi sekolah. (Cigombong, 26/02/2015).

Foto-foto





Watch The Video.

Helmi Syafrizal


Dec 5, 2014

Saat Anak Atau Adikmu Main iPad, Anak-Anak Bos Google dan Apple Asyik Main Tanah di Sekolah

Di Indonesia, mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah salah satu muatan lokal yang umum ditemui. Banyak juga sekolah yang mengizinkan murid-muridnya membawa laptop untuk kepentingan mencatat ataubrowsing informasi saat di kelas. Selesai sekolah, anak-anak ini pun bukannya pulang ke rumah untuk istirahat; mereka justru kembali akrab dengan iPad ataugame konsol mereka dengan alasan refreshing setelah seharian belajar. Saking sudah umumnya, sebagian dari kita mungkin menganggap fenomena ini sah-sah saja.
Tapi tunggu! Mari sejenak jalan-jalan ke Silicon Valley, sebuah kawasan di Amerika dimana perusahaan-perusahaan teknologi top dunia berkantor. Di tempat ini terdapat fakta yang akan membuat kita berpikir ulang,
“Apakah keputusan mengenalkan komputer pada anak sejak usia dini itu tepat?”

Para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP hinggaeBay mengirim anak-anaknya ke sekolah yang sama sekali tak punya komputer

petinggi perusahaan teknologi mengirim anak-anaknya ke sekolah tanpa komputer
petinggi perusahaan teknologi mengirim anak-anaknya ke sekolah tanpa komputer via galleryhip.com
Ketika sekolah-sekolah lain memasukkan komputer dalam kurikulum dan berlomba membangun sekolah digital, Waldorf School of the Peninsula justru melakukan sebaliknya. Sekolah ini dengan sengaja menjauhkan anak-anak dari perangkat komputer.
Sekolah Waldorf justru fokus pada aktivitas fisik, kreativitas, dan kemampuan ketrampilan tangan para murid. Anak-anak tak diajarkan mengenal perangkat tablet atau laptop. Mereka biasa mencatat dengan kertas dan pulpen, menggunakan jarum rajut dan lem perekat ketika membuat prakarya, hingga bermain-main dengan tanah setelah selesai pelajaran olahraga.
Guru-guru di Waldorf percaya bahwa komputer justru akan menghambat kemampuan bergerak, berpikir kreatif, berinteraksi dengan manusia, hingga kepekaan dan kemampuan anak memperhatikan pelajaran.

Para petinggi di dunia IT ini membela keputusan sekolah Waldorf untuk tak memperkenalkan komputer ke anak-anak mereka

metode belajar tanpa komputer justru mendapat kritikan
Waldorf, mengenalkan metode belajar tanpa komputer via www.nymetroparents.com
Banyak yang menganggap bahwa kebijakan yang dibuat Waldorf itu keliru. Meski metode pembelajaran yang mereka gunakan sudah berusia lebih dari satu abad, perdebatan soal penggunaan komputer dalam proses belajar-mengajar masih terus berlanjut.
Menurut para pendidik dan orangtua murid di Sekolah Waldorf, sekolah dasar yang baik justru harus menghindarkan murid-muridnya dari komputer. Ini disetujui oleh Alan Eagle (50), yang menyekolahkan anaknya Andie di Waldorf School of the Peninsula:
“[Anak saya baik-baik saja, meskipun] tak tahu bagaimana caranya menggunakan Google. Anak saya yang lain, yang sekarang di kelas dua SMP, juga baru saja dikenalkan pada komputer,” tutur Eagle, yang bekerja untuk Google.
Eagle tak mempermasalahkan ironi antara statusnya sebagai staf ahli di Google dan kondisi anak-anaknya yang gaptek.
“Misalkan saja saya seorang sutradara yang baru menelurkan sebuah film dewasa. Meski film itu didaulat sebagai film terbaik yang pernah ada di dunia sekalipun, saya toh tak akan membiarkan anak-anak saya menonton film itu kalau umur mereka belum 17 tahun.”

Tanpa perangkat komputer atau kabel, kelas-kelas di Waldorf punya tampilan klasik dengan papan tulis dan kapur warna-warni

Waldorf punya tampilan klasik nan unik
Waldorf punya tampilan klasik nan unik via chicagowaldorf.org
Sekolah Waldorf tampil dengan gaya ruangan kelas yang klasik. Tak banyak perangkat elektronik, layar-layar komputer, atau kabel-kabel yang menghiasi ruangan. Berhias dinding-dinding kayu, kamu hanya akan menemukan papan tulis penuh coretan kapur warna-warni. Ada rak-rak penuh berbagai jenis ensiklopedia hingga meja-meja kayu dengan tumpukan buku-buku catatan dan pensil.
Andie yang duduk di kelas 5 mendapat pelajaran membuat kaos kaki. Ketrampilan merajut dipercaya membantu anak-anak belajar memahami pola dan hitungan. Menggunakan jarum dan benang bisa mengasah kemampuan memecahkan masalah dan belajar koordinasi. Saat pelajaran bahasa di kelas 2, anak-anak akan diajak berdiri melingkar. Mereka diminta mengulang kalimat yang diucapkan guru secara bergiliran. Gilirannya ditentukan dengan melempar penghapus atau bola. Ternyata, metode belajar ini bisa jadi salah satu cara untuk mensinkronkan tubuh dan otak.
Guru kelas Andie, Cathy Waheed, mengajarkan anak-anak mengenal pecahan dengan metode yang sangat sederhana. Yup, Waheed menggunakan buah apel, kue pai, atau roti yang dipotong-potong lalu dibagikan pada murid-muridnya.
“Saya yakin dengan cara ini mereka bisa lebih mudah mengenal hitungan pecahan,” ujar Waheed, yang merupakan lulusan Ilmu Komputer dan sempat bekerja sebagai teknisi

Menurut guru-guru Waldorf, mengajarkan siswa memakai komputer tak akan membuat mereka bertambah pintar. Sampai saat ini belum ada penelitian yang bisa menjelaskan kaitan keduanya.

belum ada fakta yang mengaitkan penggunaan komputer dan prestasi siswa
belum ada fakta yang mengaitkan penggunaan komputer dan prestasi siswa via www.bacwtt.org
Selain dari pengajar dan orang tua murid, para ahli pendidikan pun menegaskan:
“Penggunaan komputer di ruang kelas sebenarnya tidak ada alasan ilmiahnya. Sampai saat ini toh belum ada penelitian yang membuktikan bahwa keterampilan menggunakan komputer akan berpengaruh pada nilai tes atau prestasi mereka.”
Nah, apakah belajar hitungan pecahan dengan memotong apel atau merajut jauh lebih baik? Bagi Waldorf, pertanyaan ini sulit dibuktikan. Sebagai sekolah swasta, Waldorf tak berpedoman pada tes-tes dasar yang serupa dengan sekolah-sekolah lain. Mereka pun memang mengakui bahwa murid-muridnya tak akan dapat nilai setinggi anak-anak sekolah negeri jika diminta mengerjakan soal-soal tes umum. Bukan karena mereka bodoh, namun karena murid-murid Waldorf memang tak dijejali teori-teori matematika dasar sesuai kurikulum.
Namun, ketika diminta membuktikan efektivitas pendidikan di Waldorf,Association of Waldorf School di Amerika Utara menayangkan hasil penelitian yang tak main-main:
“94% siswa lulusan SMA Waldorf di Amerika Serikat di antara tahun 1994 sampai 2004 berhasil masuk di berbagai jurusan di kampus-kampus bergengsi seperti Oberlin, Berkeley, dan Vassar.”
Selain faktor minimnya teknologi, kualitas pengajar yang baik di Waldorf juga dinilai berpengaruh pada keberhasilan sekolah tersebut mengirim anak-anaknya ke universitas-universitas bergengsi di Amerika. Waldorf memang tak sembarangan dalam memilih guru. Selain berpendidikan tinggi, mereka harus memiliki jam terbang yang mumpuni. Wajar saja jika Waldorf kemudian berhasil mengembangkan anak didik mereka menjadi hebat dan berprestasi.
Kualitas inilah yang kemudian membuat para orangtua percaya pada metode pengajaran Waldorf. Salah satu orangtua tersebut adalah Pierre Laurent (50), pendiri startup yang sebelumnya bekerja di Intel dan Microsoft. Bahkan saking terkesannya dengan metode Waldorf, Monica Laurent, istri Pierre, bergabung menjadi guru di sekolah ini sejak tahun 2006.

Waldorf memegang filosofi bahwa belajar-mengajar bukan perkara sederhana. Ini tentang bagaimana seharusnya menjadi manusia.

belajar adalah pengalaman yang berharga
belajar adalah pengalaman yang berharga via www.erziehungskunst.de
Sebenarnya menurut Waldorf, memilih menggunakan teknologi komputer atau tidak bisa jadi sifatnya subyektif  atau perkara pilihan. Terserah saja, menurut kebijakan sekolah masing-masing. Namun yang harus dicatat: ketika anak sudah dibiarkan lekat dengan komputer sejak dini, bisa saja ia akan ketergantungan dan sulit melepaskan gawai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Ann Flynn — petinggi National School Boards Association yang membawahi sekolah-sekolah negeri di Amerika — tetap bersikeras bahwa pelajaran komputer itu penting. Sementara Paul Thomas, mantan guru dan profesor pendidikan yang sudah menulis lebih dari 12 buku tentang metode pendidikan publik, lebih setuju pada Waldorf. Baginya, pendekatan yang minim teknologi di dalam kelas justru sangat bermanfaat.
“Mengajar adalah pengalaman manusia. Teknologi justru bisa jadi gangguan ketika mengenal huruf dan angka, belajar hitungan, dan berpikir kritis, “ ungkap Thomas.

Keahlian di bidang IT adalah modal untuk bersaing di dunia kerja. Tapi, haruskah itu menjadi alasan untuk mengenalkan komputer pada anak sejak dini?

apakah mengenalkan komputer sejak dini itu tepat?
apakah mengenalkan komputer sejak dini itu tepat? via www.thecityschoolla.org
“Komputer itu sangat mudah. Kami di Google sengaja membuat perangkat yang ibaratnya bisa digunakan tanpa harus berpikir. Anak-anak toh tetap bisa mempelajari komputer sendiri jika usia mereka sudah dewasa.”
– Alan Eagle.
Singkatnya, Eagle menjelaskan bahwa komputer itu mudah dan bisa dipelajari lewat kursus kilat sekalipun. Jadi buat apa “membunuh” kreativitas alami anak dengan memaksa mereka mempelajari komputer sejak dini?
Bukan berarti anak-anak di Waldorf dan Silicon Valley sama sekali tak melek teknologi. Siswa-siswa kelas V di Waldorf mengaku sering menghabiskan waktu mereka dengan menonton film di rumah. Seorang siswa yang ayahnya bekerja sebagai teknisi di Apple mengaku sering diminta mencoba game baru ciptaan sang ayah. Sementara seorang murid biasa berkutat dengan flight control system di akhir pekan bersama orang tuanya.
Justru anak-anak ini sudah mendapat pengetahuan teknologi dalam porsi yang pas, mengingat kebanyakan orangtua mereka adalah penggiat industri teknologi. Berkat didikan di Waldorf, anak-anak Silicon Valley mengaku tak nyaman saat melihat orang-orang di sekitarnya sibuk dengan gadget mereka.
“Aku lebih suka menulis dengan kertas dan pulpen. Ini membuatku bisa membandingkan tulisanku saat kelas I dengan yang sekarang. Kalau aku menulis di komputer ‘kan… gaya tulisannya sama semua. Dan kalau komputermu tiba-tiba rusak atau mendadak mati listrik, pekerjaanmu jadi tak selesai ‘kan?” ungkap Finn Heilig, yang ayahnya bekerja di Google.
Sekali lagi, metode pendidikan tanpa komputer bukannya bermaksut menutup akses anak untuk mengenal teknologi. Kelak, di usia tertentu mereka tetap punya kesempatan untuk mempelajarinya. Sementara di masa kanak-kanak, mereka berhak mendapat kesempatan menjadi sebenar-benarnya anak-anak.

Bagaimana nasib adik-adikmu atau anak-anakmu sendiri kelak? Apakah lebih baik mereka dikenalkan dengan gadget dan perangkat teknologi sejak dini, atau lebih baik menunggu sampai saat yang benar-benar tepat?

Source : http://www.hipwee.com/