Sep 3, 2016

Sejarah Rahasia Iluminati: Templar dan Pasukan Tentara Bayaran (68)

Istilah Mercenary  sekarang sudah mengalami penghalusan dan diucapkan dengan bisik-bisik. Mungkin karena istilah tersebut sekarang berkonotasi buruk disebabkan banyak skandal yang melibatkan mereka, maka istilah itu kemudian diperbaharui. Bagi pihak-pihak yang sering berhubungan dengan dunia kemiliteran, mereka mau tidak mau juga harus bersinggungan dengan bisnis ini.
Bahkan di beberapa negara, pembelian senjata dan segala perangkat pendukungnya, banyak yang memakai jasa perusahaan-perusahaan yang sebenarnya bergerak di dalam bisnis Mercenary. Perusahaan-perusahaan pengerah Tentara Bayaran ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan PMC (Private Military Company). Bagi mereka, dengan menggunakan jalur PMC, pesanan lebih cepat tiba dan biasanya juga tidak perlu banyak persyaratan administrasi yang harus dipenuhi seperti halnya jika menggunakan jalur resmi.
Terkait dengan Ksatria Templar, banyak peneliti meyakini bahwa selain mewariskan sistem perbankan ribawi (Usury), para Templar juga mewariskan sistem kemiliteran dan juga bisnis kemiliteran yang telah berkembang dengan amat pesat sekarang ini.
Bahkan ada yang menganggap bahwa dari para Templarlah cikal bakal pasukan khusus (komando) dibentuk, yakni satuan-satuan kecil yang bergerak dengan senjata dan logistik yang seadanya dan seminim mungkin, namun berkat keterampilan tempur yang dimiliki mampu menembus jantung pertahanan lawan dan menghancurkannya dengan daya rusak yang amat dahsyat.
Rotshschild sendiri juga pernah mengelola bisnis Tentara Bayaran ini dari Jerman di abad ke-20 dengan kerajaan Inggris sebagai konsumen utamanya. Sebenarnya apa dan bagaimana Tentara Bayaran itu?
SEJARAH MERCERNARY
Ksatria Templar memang bukan pihak pertama yang “menciptakan” Tentara Bayaran. Namun moyangnya Ksatria Templarlah, para pemimpin Ordo Kabbalah, yang diketahui pertama kali menggunakan bisnis penuh darah ini.  Adalah Raja Mesir Kuno bernama Firaun Ramses II, ketika menyerang Kerajaan Hittite yang dipimpin King Muwatalis, menggunakan jasa tentara bayaran. Battle of Kadesh (1294 SM), yang terjadi antara kedua kerajaan itu berlangsung sangat dahsyat, melibatkan tak kurang dari 6.000 kereta perang berkuda (chariot) dan pasukan pejalan kaki (infanteri).
Menurut kelaziman yang ada saat itu, para tentara dari kasta yang lebih tinggilah yang berhak menggunakan kereta perang. Kereta perang yang bentuknya sangat mirip dengan kereta berkuda yang dinaiki Ben Hur itu sudah diperlengkapi dengan berbagai jenis senjata seperti pedang dan panah. Dalam format pertempuran, satu kereta perang selalu dikawal oleh lapisan pasukan infanteri yang dilengkapi dengan unit pemanah, tombak, dan petarung jarak pendek seperti kapak atau pedang.
Pasukan infanteri ini direkrut dari kalangan bawah, para petani yang dilatih militer dan orang-orang kebanyakan. Untuk keperluan pasukan infanterinya, Firaun Ramses II, merekrut tentara bayaran yang terdiri dari orang-orang Palestina (Filistin) sebanyak 10.000 orang yang memang terkenal karena keberanian dan keterampilannya dalam pertempuran satu lawan satu.
Selain Mesir Kuno, kerajaan Assyria yang mempersatukan Mesopotamia pada 1100-600 SM, juga menggunakan tentara bayaran dari suku Akkad (Suriah), yang juga termasyhur karena keberanian dan keterampilan bertempurnya bisa disandingkan dengan orang-orang Filistin.
Menurut catatan dari Ensiklopedia Wikipedia, juga diketahui bahwa sejumlah tentara bayaran dari Yunani telah bekerja untuk Imperium Persia selama beberapa waktu. Raja Persia, King Xerxes I saat menginvasi Yunani di tahun 500-an SM memperkuat balatentaranya dengan sejumlah tentara bayaran asal Yunani seniri yang dipimpin oleh Demaratus. Begitu pula raja-raja dari kerajaan-kerajaan lainnya, banyak yang menggunakan jasa tentara bayaran, umumnya dalam peperangan, termasuk Imperium Romawi.
Walau jasanya banyak dipakai dan menerima bayaran yang cukup tinggi, kesetiaan tentara bayaran tidak bisa seratus persen dipercaya. Tahun 476 M, seorang pemimpin Foederati—salah satu kelompok tentara bayaran yang bekerja untuk Imperium Romawi—bernama Odovacar bersama pasukannya menyerang Kaisar Romawi, Romulus Augustulus, dan menurunkannya dari  tahta kerajaan. Konon, Odovacar-lah orang yang mengakhiri kejayaan Imperium Romawi.
Tentang sifat jelek tentara bayaran ini, Niccollo Machiavelli[1], secara khusus membahasnya dalam satu bab Il Principe. Menurut Machiavelli, “Tentara bayaran dan pasukan bantuan tidak ada gunanya dan berbahaya. Kalau seorang raja mengandalkan pertahanan negaranya pada tentara bayaran, ketenangan dan keamanan tak pernah akan dicapainya. Karena pasukan bayaran sifatnya tidak pernah bisa dipersatukan, haus akan kekuasaan, tidak memiliki disiplin, dan tidak setia. …Usaha yang dilakukan para tentara bayaran itu ialah pertama-tama mencari nama bagi pasukannya sendiri dengan merendahkan angkatan darat. Hal ini mereka lakukan, karena mereka orang-orang yang tidak mempunyai negara dan berjuang semata demi uang.”[2]
Bisnis tentara bayaran yang berasal dari Mesir Kuno dikemudian hari menemukan bentuknya di dalam wujud Ksatria Templar, yang bahkan diresmikan oleh Paus sebagai salah satu ordo gereja yang khusus, yang hanya berada dalam lingkup kemiliteran saja, dan tidak bertanggungjawab kepada siapa pun, baik raja maupun gereja, selain kepada pribadi Paus itu sendiri.
Jatuhnya Yerusalem dan bahkan seluruh Tanah Palestina ke tangan kaum Muslimin membuat Templar kehilangan ‘pekerjaan’nya. Apalagi para raja dan bangsawan Eropa sudah tidak tertarik lagi menyusun kekuatan perang untuk merebut kembali Yerusalem. Jadilah ordo militer yang kuat, kaya raya, dan memiliki jaringan di banyak negara Eropa ini terlunta-lunta, tidak punya pekerjaan.
Mereka pun kemudian melakukan ‘diversifikasi’ yang antara lain mulai secara aktif mengincar kekuasaan lewat penyusupan dan organisasi mantel rahasia bernama Freemasonry, juga dengan jubah Knight of Christ, Knight of Malta, dan kemudian Illuminati.
Di sayap satunya, Templar tetap mempertahankan diri sebagai kumpulan tentara yang selalu siap untuk melakukan pertempuran di mana saja, demi uang maupun demi konsensi kekuasaan, dan bahkan kemudian mengembangkan satu industri perang yang mencakup banyak hal yang berhubungan dengan kemiliteran, seperti tentara bayaran, pelatihan pasukan kerajaan atau suatu negara, penasehat militer, dan juga produksi alat-alat perang.
Ini semua dilakukan Templar agar tetap eksis dan tetap berjuang guna menggapai tujuan akhirnya, sebuah tujuan yang telah ditetapkan beribu tahun lalu oleh Ordo Kabbalah: menjadi pemimpin New World Order.
The Holy Blood and The Holy Grail menulis, “Biara Sion (organisasi induk Ksatria Templar, penulis) tidak mungkin terus kekau dan utuh sepanjang sejarah tanpa menyesuaikan diri dengan zaman. Sebaliknya, mereka terpaksa berubah secara periodis, mengubah diri dan kegiatan, menyesuaikan diri dan tujuan, dengan mempertimbangkan pergerakan kemajuan dunia. Mereka telah mengganti kuda mereka dengan tank dan mobil-mobil bersenjata. Untuk menyesuaikan diri dengan waktu dan menguasai teknologi, Sion mengaku setara dengan Gereja Katolik Roma; atau bisa jadi, dalam bentuk organisasi yang dikenal sebagai Mafia. Kami tentu saja tidak melihat Biara Sion sebagai penjahat konyol. Tetapi, setidaknya Mafia memberikan contoh tentang bagaimana sebuah organisasi menyesuaikan diri dari masa ke masa, sehingga dapat bertahan dan menghimpun kekuatan.”[3]
Berabad kemudian, fungsi Templar berubah hanya menjadi ‘satu divisi’ kekuatan Konspirasi yang terus bergerak secara rahasia. Selain menjadi kekuatan pemukul dari Konspirasi, Templar yang bukan lagi Templar menjadi mesin raksasa penghasil uang dan dana kegiatan lewat pengembangan industri perangnya.
Lahirlah apa yang di abad ke-21 ini kita kenal dengan sebutan Private Military Company (PMC). Sebuah perusahaan raksasa yang walau pun keberadaannya dekat sekali dengan pusat kekuasaan, bahkan dimiliki oleh orang-orang yang berkuasa, namun masih saja menimbulkan kerisihan jika secara terang-terangan ada yang menyebutnya. (Bersambung).



Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment